Senin, 12 Desember 2016

Image result for budaya mencontek
Sumber Gambar Ini
Salah satu budaya buruk pelajar Indonesia adalah menyontek. Mencontek menurut bahasa arab disebut dentan ghish (الغش) dan khadi'ah (الخد يعة) yang berarti tipu daya. Adapun pengertian dalam bahasa inggris cheating memiliki makna asal dari menipu, memperdaya, berperilaku tidak jujur dan melanggar aturan secara sengaja. Media mencontek bisa lewat teman, gadget atau buat kertas contekan sendiri. Budaya yang satu ini amat sangat mendarah daging di Indonesia. Dari kalangan pelajar, tenaga pengajar, bahkan pejuang skripsi, tesis dan disertasi ikut melestarikan budaya menyontek.

Penyebab terbesar pelajar Indonesia untuk menyontek adalah tidak belajar. Dikarenakan malas buka buku, malas belajar dan malas buat berusaha. Kalaupun mereka sudah belajar, dan ada soal yang mereka gabisa jawab, maka mereka akan menyalin jawaban teman atau serching di internet. Motivasi pelajar Indonesia untuk menyontek tak lain adalah mengejar nilai setinggi-tingginya. 
Mayoritas pelajar bahkan meyakini bahwa nilai adalah segalanya. Nilai yang bikin lulus ujian, nilai yang bikin keterima di PTN favorit atau nilai yang bikin kita diterima di seleksi administratif pekerjaan. Buat mereka bukan cara yang terpenting, melainkan hasilnya. Jika dikaitkan dengan ilmu psikologi, budaya mencontek ini di latarbelakangi oleh bagaimana orangtua dan guru mendidiknya, lingkungan, dan nilai-nilai yang dianut. Ketiga hal tersebut yang menjadi tombak dari pilihan menyontek.
Kebanyakan dari pelajar Indonesia melupakan bahwa "Nilai-nilai yang terkandung dalam amal kita, sama usaha yang dinilai oleh Allah SWT jauh lebih penting daripada nilai kuantitatif di kertas." Urgensi amal kita jauh lebih penting dari nilai yang kita dapat dari hasil mencontek.
Allah Maha melihat, Allah Maha mengetahui. Sekecil apapun perbuatannya kita akan diminta pertanggung-jawabannya sama Allah di Yaumil Akhir nanti. Sesepele apapun, sesederhana apapun, termasuk perilaku contek-mencontek ini. Dari kebanyakan orang yang memelihara budaya ini, adapula yang sudah berprinsip untuk tidak mencontek dan memberikan contekan. Lantaran sudah susah-susah belajar, dan semudah itu orang-orang menyalin hasil jawaban kita. 

Buat aku sendiri, ujian menjadi tolak ukur atas pemahaman kita terhadap materi yang selama ini didapatkan. Dan nilai yang menjadi posisi seberapa persen kita menguasai materi tersebut. Sejatinya kita kuliah sekolah 12 tahun dan dilanjiutkan kuliah 4 tahun, tujuannya ialah untuk menuntut ilmu dan medapatkan ridho Allah. Sesungguhnya ijazah hanyalah formalitas dalam dunia pendidikan. Yang terpenting adalah pengaplikasiannya, ilmu yang akan bermanfaat untuk diri kita, orang lain bahkan berguna bangsa ini. Lantas kalau kita nyontek, esensi mencari ilmu apa yang kita dapat selama ini, bahkan tega melakukan hal yang sejatinya tidak Allah ridhoi?

Ketakutan dengan teman kita, kalau ga ngasih contekan akan kalah dengan rasa takut kita kepada Allah. Statement nilai adalah segalanya, seharusnya bisa tersisih dengan reminder hal-hal yang tidak Allah ridhoi, dan dengan hal-hal yang menjerumuskan kita kepada liang dosa. Perasaan mengerjakan ujian hasil jerih payah sendiri tanpa mencontek dan memberikan contekan, akan jauh lebih menyenangkan daripada mendapatkan nilai hasil hasil contekan atau mefasilitasi budaya  mencontek.
Iyasih nilainya bagus, tapi kalo timbangan amal buruk lo lebih berat begimane? :(
Allah gak akan merubah takdir seseorang sampai seorang tersebut melakukan usaha dalam merubah dirinya sendiri. Mencegah kemungkaran yang paling mudah adalah mencegah melewati hati. Selama kita mengingkari bahwasanya mencontek itu adalah dosa, salah dan kita tidak memfasilitasi budaya tersebut, insyaAllah yang kita lakukan tidak terhitung dosa. Semoga budaya mencontek dan memberi contekan perlahan bisa menjamur dan  tidak diimplementasikan oleh generasi selanjutnya. Aamiin.