Senin, 22 Januari 2018

Alhamdulillah, 15 Januari 2018 kemarin aku baru aja memenangkan Juara dua Hiburan Lomba blog dari dompet dhuafa. Jujur ini pertama kalinya ikut kompetisi blog ini. Aku bersyukur banget bisa menjadi salah satu pemenang, meskipun bukan pemenang utama. Biasanya cuma ikut lomba tulis cerita aja. Sebelum mulai nulis, aku searching dulu karakteristik pemenang seperti apa. Selain pastinya mengikuti syarat dan ketentuan, juga harus ada infografik atau gambar pendukungnya sebagai ilustrasi sebuah tulisan.

Pengumuman Pemenang di Dompet Dhuafa

Entah ini yang ke berapa kalinya, aku merasa kalo jadi content creator dengan media blog itu rupanya gak semudah yang ku kira. Padahal yaa hanya modal nulis doang kan ya. Tapi kenyataanya gak sesimpel itu. Selain kita harus mempertanggung jawabkan apa yang kita tulis. Kita juga perlu berpikir keras dengan memperhatikan relevansi tulisan kita.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan tulisanku, aku menemukan banyak hal yang ada pada sang juaranya. Namun tidak kutemukan pada tulisan blogku. Well, i would like to review juara 1 dan juara 3. Kenapa juara 2 enggak? Karena buatku, juara 2 memang sudah bagus dari segi kontennya. Juara pertama dan juara ketiga sudah memiliki domain sendiri yaitu www.dudukpalingdepan.com dan joecandra.com. Jadi menurutku inilah 5 alasan mengapa mereka pantas dan layak untuk menang.

1. Redaksi yang di pakai ringan dan enak di baca. 

Runutan tulisan tidak langsung serta merta membahas topiknya, tapi menceritakan pengalaman atau kisah pribadi mereka. Yang which is ini related banget menurutku sama pengalaman kebanyakan orang. Juara pertama awalnya menceritakan semasa kuliahnya dulu akif dalam lembaga kemasyarakatan, lalu setelah mempunyai keluarga tetap menjadi relawan namun berupa donasi. Sedangkan juara ketiga berawal dari salah jurusan saat kuliah, lalu berkiprah di UKM untuk mengembangkan passionnya. Berkat passionnya dalam UKM, dan modal salah jurusan ini justru menjadi bahan untuknya mengajar dan menjadi relawan untuk banyak orang. Yang tulisan juara 3 aku ini aku suka banget sih, karena alur tulisannya gak ngebosenin. Dari menceritakan tentang pendidikan sampai bercerita dengan jelas mengenai Dompet Dhuafa. Di sini aku ngerasa udah beda banget sih, karena tulisanku gayanya jurnalis banget. Jadi agak kaku gitu kesannya

2. Banyak foto dan infografinya. 

Of course rupanya foto-foto dan ilustrasi yang ku tampilkan belum cukup untuk menjelaskan secara gamblang apa yang ku maksud.

Desain Ilustrasi yang di pakai Juara Pertama

Lucu ya, ini desain medsos Dompet Dhuafa yang di bikin sama Juara pertama
Gambar Ilustrasi juara 3

3. Tulisannya sangat informatif dan kaya akan data dan nilai-nilai. 

Hal ini menunjukkan bahwa tulisannya sangat edukatif. Dengan memasukkan nilai-nilai, maka tulisan bisa di ambil pelajaran atau hikmah yang cukup besar oleh pembaca.

Data mengenai pendidika oleh juara 3


Survey data donasi dari juara 3
 Adapun nilai-nilai yang di sisipkan ke dalam tulisan di lihat dari quotes-quotes, misalnya seperti yang terdapat pada tulisan juara 3 ini. Seseorang akan di kenang dan di ingat oleh orang lain ketika orang tersebut memiliki nilai. Quotes ini di sisipkan dalam menjelaskan mengenai Hero Zaman Now.  

Atau yang seperti juara 1 katakan ini
Relawan tak di bayar bukan karena tak bernilai, tapi karena tak ternilai. Kalimat ini ia tambahkan setelah menceritakan beragm banyak manfaat dan keuntungan yang ia dapat setelah menjadi relawan sosial.
 
4. Sangat menonjolkan program-program dan bagaimana dompet dhuafa bekerja. Tuh gimana gak bisa jadi juara, kalau selengkap ini.
Juara 1

5. Mendefinisikan Dompet Dhuafa dengan redaksi sendiri yang mudah di ingat. Sebagai closing penulis blog ini lagi-lagi juga melibatkan dompet dhuafa yang di sesuaikan dengan tema tulisannya.

Dompet Dhuafa memang benar-benar solusi kekinian yang memudahkan generasi milenial dalam membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menangani kemiskinan. -Juara3.

Keren-keren ya program Dompet Dhuafa, bukan hanya banyak programnya tapi terstruktur dan tepat sasaran. Lembaga seperti ini cocok sekali untuk kita yang bekerja, sibuk mengurus keluarga, dll sehingga tidak sempat turun langsung sebagai relawan. -Juara 1

Dari kelima hal di atas buat jadi pelajaran aku banget, untuk ke depannya lebih lengkap, informatif dan edukatif lagi. Semoga bermanfaat. Silahkan buat kalian yang mau ikutan lomba blog, bisa diterapkan 5 hal di atas tadi. But this is my version of review their blog. Mungkin kalian kalau sudah baca tulisan mereka menemukan lagi alasan lainnya sebagai bukti kelayakan pemenang. Sampai ketemu di postingan selanjutnyaaaa

Kamis, 18 Januari 2018

Disclaimer: sebelum membaca, pastikan kalian udah baca yang part pertamanya di sini

Kemarin maghrib tepatnya tanggal 17 Januari 2018, aku melihat di beberapa Insta story yang posting tentang kekecewaan dia terhadap video opini dari influencer yang baru aja apload di You tube tentang kasus Ge dan Jo. Jadi katanya, dalam video ini si influencer ini bilang kalo kita terlalu sibuk mengkotak-kotakkan orang. Kita lupa kalau kita seharusnya berdialog, dan lupa apakah sudah nge-treat orang lain dengan baik dan fair atau belum.

But Seriously? aku gak paham dengan 'kita perlu dialog'. Mungkin 'perlu dialog' ini sama halnya dengan meninjau kembali aturan Tuhan tentang pelarangan LGBT. Kata seorang oknum pas di ILC sih, hal ini perlu di bahas dengan kehati-hatian dengan wawasan keilmuan-_- Terus untuk perihal intropeksi terhadap diri masing-masing, itu memang selalu harus di lakukan. Namun jika dengan alasan ini menjadikan kita tidak menyampaikan kebaikan dan mentoleransi kemungkaran, menurutku itu salah. Justru dengan mengingatkan saudara lainnya, sama halnya dengan memberikan rambu-rambu kepada diri sendiri. Sehingga mengajak kebaikan akan beriringan dengan muhasabah diri. Anyway kata bapakku, alasan untuk berintropeksi diri adalah alasan yang bahkan sudah sedari dulu ada dari jaman ayahku SMP. Alasan ini rupanya memang sering di jadikan boomerang untuk 'lebih baik tidak dengan jelas menyuarakan kebaikan' atau dakhwah.
Aku setuju dengan salah satu di komen Youtubenya bahwa justru cara memperolok agama yang di lakukan Ge dan Jo inilah yang menutup celah dialog bagi mereka. Di tambah lagi mereka sama sekali tidak memberikan klarifikasi apapun, cmiw. Tidak seperti Ernerst yang waktu itu bikin postingan maaf dan mengakui kesalahannya. Bahkan tanggapan beliau terhadap kasus ini pun ialah "sebagai seniman, harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang sudah kita lakukan."

Islam bukan untuk materi lawakan



And for sure, lawakan atau becandaan itu harus ada attitudenya. Jelas Rasulullah melarang kita untuk tertawa dan bercanda berlebihan karena bisa membutakan hati. Apalagi membawa agama menjadi materi komedi, it's not absolutely a joke. Again, sebagai muslim kita wajib menyikapi sesuatu dalam kacamata islam, dengan berlandaskan Al-Qur'an. In this chase, we could see Allah already said in qur'an surah At-Taubah ayat 65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab "sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.'' Katakanlah, " Mengapa kepada Allah dan ayat-ayat-Nya serta rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"

Al-Qur'an harus selalu menjadi landasan
Dari opini yang telah di tuangkannya di Youtube ini entah apa landasannya. Tapi kalau boleh aku tebak sih, influencer ini terlalu mind blowing. Menyikapi sesuatu memang harus di lihat dari berbagai sisi. Akan tetapi sisi al-qur'an dan hadits sangat di prioritaskan dari sisi lainnya. Memang di pertengahan aku sebagai subscribernya ini, menemukan banyak kejanggalan terlebih dengan idealis liberalisme yang sepertinya sudah amat melekat pada dirinya. 

Ohiya ini nih sekalian di bahas deh, ketika mengimani sesuatu seperti apa yang sudah Allah katakan dalam At-Taubah 65-66 ataupun yang trending kemarin, surah Al-Maidah ayat 31. Sebagai muslim sudah sepatutnya kita tidak hanya mengimaninya dalam hati kita saja. Akan tetapi dengan perkataan dan perbuatan kita. Itulah arti iman sesungguhnya.  Kita ucapkan melalui lisan maupun tulisan, lalu kita buktikan melalui perbuatan.  Tempo lalu aku gak sengaja baca di blognya, kalau dia merasa tidak perlu mengotori feeds sosmednya dengan melulu mengangkat ayat tersebut. Bahkan dia menclaim orang-orang yang sering membahas atau membawa ayat ini dalam feeds or konten social medinya dengan 'orang-orang yang giat memainkan ayat' yang berniat untuk menjatuhkan orang lain. Astagfirullah hal adzim. Yang amat aku sayangkan di sini banyak fans dan orang yang menyetujuinya. Seakan-akan beranggapan bahwa menjadi islam tidak harus dengan secara gamblang membawa ayat untuk mengkotak-kotakkan kelompok tertentu. Padahal dalam islam sendiri sudah jelas di Al-Quran di katakan mengenai ada perbedaan tiga golongan manusia, beriman, munafik dan kafir. (Al-Baqarah:285)

Lagi-lagi, sebagai umat muslim sudah semestinya memiliki ghirah (kecemburuan atau ketersinggungan karena agamanya di durhakai). Muslim di wajibkan untuk jihad-menjaga kehormatan nama baik islam dan kaum muslimin. Dari alasan inilah orang-orang berangkat untuk berpegang teguh bahwa apa yang di katakan mantan gubernur Jakarta dan dua komika ini ialah penistaan agama dan perlu untuk ditindaklanjuti.



Overall, the main point is pentingnya menanggapi sesuatu dengan kacamata islam (for moslem) bukan dengan pandangan pribadi yang tidak jelas apa landasannya. Selalu apa yang kita lakukan dalam hidup harus dalam koridor Al-qur'an. Jika belum mengetahuinya, cobalah untuk tahu dan mengerti.  Mengacu pada koridor Al-Qur'an pun bukan berarti kita tidak fair atau tidak toleran, tapi memang muamalah dalam islam itu sudah ada batas-batasnya. Kayanya pernah ku bilang juga di postingan sebelum-sebelumnya, bahwa di akhir tuh adanya hitam dan putih. Ini sudah mutlak. Haq atau bathil. Tidak ada yang namanya abu-abu untuk sebuah pilihan dan keyakinan. Pun tidak ada yang namanya Spektrum. So i'm totally agree dengan komentar di bawah ini.

Writing this, doesn't I mean, aku lah yang benar. But, just correct me if I'm wrong. Yuklah kita berkaca lagi sambil mempertanyakan bagaimana keislaman kita. For ending, kalau aku boleh mengutip kata-kata yang ada di Film Ayat-Ayat Cinta. Apa yang kita lakukan, kita ucapkan ini sudah karena Allah?





Rabu, 17 Januari 2018

Tangerang, 17 Januari 2018
Assalamu'alaikum guys.

Sekarang waktu menunjukkan pukul 12.30 AM. Aku belum bisa tidur, abis baca-baca comment di salah satu video di you tube. Sebenernya udah dari minggu lalu aku mau bahas ini. Tapi karena belum nemu waktu dan mood yang pas aja buat nulis lagi. So guys, let's say tulisanku ini adalah bentuk keresahan dari pendapat public figure mengenai kasus fenomenal dari komika Ge Pamungkas dan Joshua Suherman. Buat kalian yang kenal You Tube atau Instagramnya si influencer ini pasti udah tau hehe.

Ge Pamungkas
Pertama aku akan bahas satu-satu dulu. Aku pribadi dari awal of course emang gak setuju dengan cara lawakan kedua komika ini. Pertama karena membawa isu SARA. Kedua sebagai umat muslim, aku melihat mereka dengan jelas memperolok dan merendahkan agama Islam. Untuk soal Ge, yang di bilang "Allah SWT memberi cobaan kepada hamba-hamba yang di cintai. CINTAI APAAN!" Dari kalimat ini yang aku tangkep jelas Ge menafikkan takdir bahwa Allah akan memberikan ujian atau cobaan sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya.  As a moslem, jelas aku akan beropini dengan kacamata islam. Bukan, bukan aku seorang yang tidak open minded. Tapi untuk kadar open minded- perihal agama atau yang menyangkut dengan aqidah, itu tidak bisa di toleransi lagi. Apalagi dengan dalih 'ah sebetulnya juga mereka tidak bermaksud menyinggung kok'. Oke aku paham mungkin apa yang sudah di katakan Ge berasal dari keresahan dia, tapi apakah worth it membawa takdir Allah, mempersoalkan perihal Jakarta banjir sebagai materi lawakan? Think about it. However untuk alasan apapun, agama bukanlah untuk di bercandakan.

Commen yang aku temukan di Youtube



Joshua Suherman

Kemudian mengenai Jo, yang bingung mengapa nama Annisa kebanyakan lebih 'terjual', terkenal dan lebih-lebih lainnya di bidang Che atau cherly, menurutku itu adalah pemikiran yang sempit. Terlepas dari dia  membahas yang seharusnya bukan ranah dia ya. Untuk mengagumi atau memuji seseorang, apakah terlebih dahulu kita melihat dia mayakini agama mayoritas atau minoritas? Contohnya Youtuber-Youtuber non muslim banyak kok yang di puja dan di banggakan. Perihal agama mereka tidak menjadi tolak ukur untuk kita menilai seberapa bagus karya mereka.

Commen yang aku temukan di Youtube
Kalau misalnya apa yang di katakan Jo ialah benar, barang kali mungkin Youtuber yang sudah mendapatkan lebih dari 1 juta subscriber itu berdasarkan bagian dari mayoritas. Tapi faktanya engga gitu kan? Chandra Liaw, Raditya Dika, Arief Muhammad, Reza Arap, atau Kevin Hendrawan dan lain-lain. Pencapaian mereka- yang tak lepas dari pengaruh ketertarikan kita mungkin. Itu pasti bukan di pengaruhi oleh agama kan? Toh film koh Ernest Prakasa juga makin banyak yang nonton. Bukan karena dia seorang non muslim, lantas film nya tidak banyak di tonton oleh masyakarat. So buatku, dari pemikiran Jo sendiri salah besar, seakan menyalahkan atau menyudutkan agama islam. Padahal mah kesuksesan setiap orang, tergantung masing-masing orang aja. Yegak? Hehe

At least aku berharap para komika, maupun public influencer manapun bisa lebih berhati-hati dalam bersuara dan bersikap. Ini tentu menjadi reminderku juga karena ekspetasi orang berbeda-beda. Maka dari itu perlu sebuah kehati-hatian. Of course gak semua orang bisa fair dengan apa yang kita ucap dan perbuat. Tapi kembali lagi sebagai jati diri kita sebagai muslim, apakah hal itu sudah benar? Apakah dalam Islam wajar apa yang sudah di katakan kedua komika ini?


Lanjut ke postingan berikutnya ya guys.

Kamis, 11 Januari 2018

Oleh Shofiyah Najiyah.

Dua hari yang lalu tepatnya tanggal 9 Januari 2018, saya di tugaskan untuk meliput kegiatan Pelatihan Leadership Siswa di tempat saya bekerja. Hari itu buat saya cukup berkesan. Siswa di perintahkan untuk membawa telur mentah. Telur yang di bawa tidak boleh jatuh dan pecah. Maka dari itu telur harus di kalungkan dengan tali dari mulai berangkat sampai pulang sekolah. Telur yang akhirnya pecah tidak boleh di buang. Siswa harus tetap mengkalungkannya dengan plastik.

Pejuang Telur hari itu

Dari peristiwa telur inilah, siswa di ajarkan untuk disiplin dalam menjaga barang. Sama halnya dengan menjaga amanah. Aturan bahwa telur yang pecah harus tetap di bawa kemana pun, mengajarkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang di lakukannya. Tidak lantas telur itu di buang ke tempat sampah. Terlepas dari apapun penyebab pecahnya telur, siswa tetap harus menanggung resiko untuk membawa pecahan telurnya. 

Yap satu paragraf barusan, sudah sebelumnya ku tulis di web sekolah tempat kerjaku. Melihat guru sangat mengapresiasi siswa yang tetap bertahan telurnya, saya jadi tergugah untuk membuat tulisan. Guru secara tidak langsung mengajarkan mengenai kedisiplanan dalam menjaga barang dan amanah. Barangkali semua orang pasti sadar, kosakata disiplin ialah yang sering di pakai dan di ajarkan guru kita waktu SD dan SMP. Berkali-kali kedisiplinan di tekankan. Mulai dari segi disiplin waktu, disiplin terhadap peraturan, disiplin sikap sampai disiplin dalam beribadah.

Namun ketika saya beranjak dewasa, nyatanya kedisiplinan yang sudah sejak dini di galakkan rupanya belum sepenuhnya berhasil. Waktu yang harus di gunakan untuk belajar dan istirahat, seiring waktu malah di habiskan untuk having fun dan hal yang tidak bermanfaat lainnya. Begitu pula dengan bersikap. Budi pekerti yang sudah di tanamkan guru kita dari dini, kini telah luntur oleh dalih 'pergaulan zaman now'.

Perihal amanah, percayalah jika ingin merasakan pentingnya menjaga amanah, cobalah anda kalungkan telur yang di bungkus oleh plastik selama satu hari penuh. Memang pasti tidak mudah. Sebab telur sendiri pun gampang retak. Sama seperti progres dan semangat kita dalam mengemban amanah. Ada kalanya kita merasakan lelah dan ingin berhenti saja. Maka dari itu semangatnya perlu di kuatkan dalam merealisasikan dan mempertahankan tujuan dari amanah yang kita emban. Sama dengan menjaga telur tidak pecah. Telur harus di bungkus plastik berkali-kali agak tidak mudah pecah.

Sebetulnya bukan perkara karena telur dan amanah yang di perjuangkan. Apapun dalam dunia, selama itu baik dan kelak bermanfaat, juga perlu untuk di jaga dengan baik. Kita tidak tahu, kapan kita akan membutuhkannya. Namun saya yakin dalam hidup kita ini semuanya perlu untuk di jaga dan di apresiasi.

Ketika telur siswa ada yang pecah, di sinilah letak tanggung jawab di uji. Dalam tataran yang berbeda tanggung jawab sering kali terasa berat. Kita harus tanggung jawab terhadap suatu resiko dari pilihan hidup yang kita ambil. Berani bertanggung jawab terhadap situasi apapun sama dengan tidak lari dalam menghadapi masalah sebesar apapun. Membuang sampah makanan pada tempatnya pun juga menjadi tanggung jawab atas makanan yang kita makan. Contoh paling klasik ialah menyelesaikan kuliah. Tentu semua paham menuntaskan pendidikan sama dengan tanggung jawab kita terhadap orangtua yang telah menyekolahkan kita sejak kecil. Lantas ketika berbagai masalah datang saat ingin menyelesaikannya, kita tidak harus pindah kampus. Atau berhenti kuliah di tengah jalan.

Untuk kalian yang sedang mengemban amanah, buktikanlah kalian bisa dan bertanggung jawab. Bukan perihal skala yang beda dengan siswa SD yang mempertahankan telur. Akan tetapi contohlah usahanya dalam melatih kedisiplinan dan tanggung jawab. Semangaaattt, amanah tidak akan salah pundah kok :)

Senin, 01 Januari 2018

Bicara tentang 2017. Apa aja moment penting yang terjadi selama 2017 yang paling saya noted. Bukan hanya tentang diri sendiri sih, tapi juga tentang Indonesia. Biasanya jaman SMA, di jaman gue sangat gemar menulis. Setiap mau pergantian tahun, gue tulis ulang apa aja yang udah dilewatin selam setahun ini. Mungkin mau gue budidayakan lagi di sini.


2017, yang pertama gue ingat ialah final pilkada Jakarta 2017. Yap pilkadanya di Jakarta tapi hampir seluruh Indonesia ikutan mengomporinya. After that, ini sih #thepowerofsetnov. Gak bisa ngerti lagi kenapa itu orang bisa aja neghindarnya. Ada aja hal yang bisa dijadiin alasan dari kaburnya kejaran KPK. Selain itu ada reuni 212 yang banyak orang pro dan kontra. Kemudian untuk taraf internasional pernyataan Trump atas Yerusalem sebagai Ibu kota Israel. LGBT makin marak. Ah iya ini sih kayanya tahun 2016 belum ada istilah 'kids jaman now' deh. Entah itu awal mula istilah itu gimana. Nah kalau menurut kalian kejadian penting atau unik apa yang terjadi di 2017?   

Buat gue tahun 2017 ini merupakan tahun yang ditunggu-tunggu sih. Tahun yang ditunggu sejak pertengahan 2017. Iya September 2017 gue bertekad harus bisa wisuda. Dan Alhamdulillah bisa terwujud. Seperti yang pernah gue ceritakan sebelumnya. Di 2017 ini dikasih kesempatan umtuk berlibur lebaran di Kalimantan dan di Pulau Dewata Bali. 2017 ini juga menjadi pertama kali (semoga juga yang terakhir) di rawat dan di operasi di rumah sakit.

Itu kesempatan yang di lakukan kan ya. Beda lagi dengan kemajuan dan apa yang terjadi dalam diri gue di tahun ini. Gue ngerasa lebih aware sama apa yang gue mau. Like i know actually what i need and what i must to do gitu. Tahun 2016 i was didn't know apa sih yang sebenernya gue mau tekunin, dan rincinya gue tuh sebenernya harus gimana sih buat jadi lebih baik lagi. Tahun 2016 emang jamannya gue masih jadi mahasiswa labil sih. Tujuan gue cuma buat lulus kuliah. Udah sebatas itu aja. Yaa mungkin pengaruh umur juga sih, sekarang menurut gue ya, gue udah cukup open minded sama lebih aware lagi sama lingkungan sekitar dan masa depan.

Peningkatan studi, ibadah sama passion sih yang gue rasain banget. Tiga hal itu yang menurut gue cukup berubah jadi lebih baik. Ini jangan jadiin ajang buat call me as an arrogant ya wkwk. Untuk tiga hal itu gue punya target masing-masing pencapaian apa yang harus di lakuin setiap harinya atau setiap minggunya. Even though gue belum cukup puas dengan segitu saja, i've to increase my another skill. Kaya gue mesti banyak belajar lagi untuk menguasai passion gue. 

Ach so, resolusi 2018. Dulu gue rajin sih bikin resolusi gitu per tahunnya. Tetapi karena beberapa jadinya malah gak tercapai, i guess that resolution of new year is a bullshit. I don't know someone says that life is more fun without any GPS way. Without any plan. Because it will be pain or more what i must to call it? emm omdo alias ngomong doang. If we have a purpose, but we wasn't attempted or trying to achieve it. Let's cheers to finish our plan well.  And may 2018 is moooore better than 2017. Aamiin.



Foto ga nyambung sama tulisan. lol
Selain kurang berusaha to reach it, mungkin juga salah dalam merencanakannya. Kurang detail atau kurang motivasi. Untuk ke depannya. gue belajar untuk lebih cermat dalam merencanakan sesuatu. Hidup bukan tidak perlu memakai GPS. Akan tetapi merencanakannya dengan baik, mengikhtiarkan dan mentawakalkannya pada Allah. As we know, manusia hanya berencana dan Allah lah yang berkehendak. But hasil tidak akan mengkhianati usaha kok hehe. Gue doakan siapapun yang membaca postingan ini, may you have a nice plan and getting ease to achieve it. Kalau kamu apa yang terjadi selama 2017 dan apa harapanmu untuk 2018?