Sabtu, 02 Januari 2016



Akhirnya tanggal 30 Desember di Hollywood XXI Jakarta gue bisa nonton film ini juga. Film yang udah gue tunggu dari beberapa minggu sebelumya. Film ini sebelum gue nonton, udah jadi film layar lebar yang sangat special bagi gue. Film yang bener-bener berkesan buat gue. Kenapa bisa gitu ? Alasan terbesar, karena film ini berlatar tempat di Belada, yang lain dan tak bukan ialah negeri masa kecil gue. Ditambah pula gue baru aja beli novel ini September yang lalu. Jadi setelah melihat secara tulisan, juga kepengen liat dalam bentuk audio-visualnya. Bertemakan 5 mahasiswa asal Indonesia (Lintang, Geri, Wicak, Banjar dan Daus) yang kuliah S2 berbeda kota di Belanda, ini menjadi hal yang melengkapi betapa berkesannya film ini. Bagaimana tidak, film ini berhasil membuat gue teringat dengan perjuangan ayah yang dulu juga berkuliah disana. Beberapa tempat yang diceritakan dalam novel udah gue kunjungi, jadi rasanya pengen nostalgia penuh kalo ada filmnya.

Sebelum nonton secara keseluruhan filmnya, gue udah nonton trailer bahkan behind the scenenya berkali-kali. Selain special, film ini juga beda dari film-film layar lebar Indonesia yang lain. Mungkin sebagian orang menyadari betapa besarnya promo yang dilakukan film ini. Contoh pertama, poster film ini banyak menempel di busway Trans Jakarta. Trailer atau cuplikan-cuplikan film ini juga hadir sebagai iklan di Youtube. Tak ketinggalan pula poster film yang berinisial NVO ini juga tertampang di stasiun besar Sudirman Jakarta Pusat. Bahkan sebagian pemainnya melakukan promo di dalem kereta tujuan Bogor pada pertegahan Desember lalu. Bersama penyanyi OST Soudtrack lagu Negeri Van Oranje Wizzy, mereka membagi-bagikan bunga kepada para penumpang kereta dan bernyanyi. Promo yang dilakukan ini bertujuan agar khalayak tak hanya awareness terhadap film ini, namun juga memilki keinginan untuk menontonnya. Mungkin dapat dikatakan bahwa promo film ini lebih terlihat dibanding promo film yang akhir-akhir ini baru tayang juga di bioskop.

Hal yang sering terjadi pada film adaptasi dari sebuah novel ialah cerita yang di film tidak sememikat yang di novel. 

Kenapa bisa gitu? karena dengan novel, membebaskan pembaca seperti apa imajinasi kita terhadap bentuk visual para tokoh beserta latar tempatnya. Jadi sebelum gue kecewa setelah nontonnya NVO, maka dari itu gue terlebih dulu baca pendapat-pendapat orang yang udah nonton premiernya. Dan rupanya ada yang merasa sedih dengan film ini karena kebanyakan dari film ini hanya menceritakan sekedar love dan life di Belanda. Memang yaa gue akui juga kalau dua hal itulah yang menjadi human interestnya. Namun sebagian masyarakat pula menantikan film ini karena ingin melihat bagaimana perjuangan mahasiswa asal Indonesia menyelesaikan studi S2nya. Seputar bagaimana jatuh bangun saat file proposal tesisnya hangus karena laptopnya rusak, dan gakpunya backup datanya. Hal-hal yang menyedihkan dan begitu berkesan bagi para mahasiswa yang sedang tesis-an, skripsi-an atau yang sudah melewati keduanya tidak di perlihatkan di film ini. 

Ketika sebuah novel diangkat ke film layar lebar pasti memang ada momet yang kurang atau tidak ditampilkan di film, bisa karena alasan waktu dan lain sebagainya. Selain itu bisa juga ada moment, dialog atau karakter pemain yang ditambah. Cotohnya selama baca novel NVO ini gue sama sekali gak menemukan fakta bahwa tokoh Wicak yang perankan Abimana Aryasatya ini tipikal yang tidak hafal nama panjang oranglain, bahkan nama sahabatnya sekalipun. Di film dijelaskan bahwa Wicak ialah sosok yang mempuyai banyak kenalan. Padahal wicak sendiri tidak tau siapa nama orang-orang itu.


Baginya cukup satu kejadian untuk mengingat seseorang. 
Cukup satu kejadian yang melibatkannya dengan orang tersebut, maka ia dapat mengingat orang itu dan menganggapnya sebagai teman saat perjumpaan-perjumpaan selajutnya. Cukup unik karakter seperti ini.

Dan yaah gue akui ada satu moment yang gue lebih beneran prefer adegan di film daripada di novel. Yaitu adegan Wicak menyataka cintanya ke Lintang. Yeah inilah moment yang paling gue tunggu-tunggu di filmnya hihi. Rupanya bahkan lebih bagus daripada eskpetasi gue. Adegan yang diceritain di novel untuk ukuran-menyatakan perasaan cintanya yang dipedam selama ini kepada sahabat sendiri, itu terlalu sebentar dan sederhana. Kurang diungkapkan bagaimana Wicak dengan perasaannya melihat-Banjar dan Daus seringkali mencoba merebut hati Lintang atau Geri (Chicco Jericho) yang selalu menjadi sosok pahlawan bagi Lintang. Nah yang kurang-kurang ini dijelaskan cukup detail di film. Dijelasin pula perjuangan Wicak dengan karakter pendiam serta kesederhanaannya mencoba menarik perhatian Lintang. Disitu feelnya bener-bener dapet.

Tak hanya syutting di satu kota, latar tempat film ini dilakukan di 6 kota di Netherland. Yakni Amsterdam, Amersfood, Leiden, Waganigen, Rotterdam dan Utrech. Selain dimanjakan dengan suasana-suasana di Eropa, penonton juga sangat terhibur dengan lelucon-lelucon yang dibuat Banjar (Arifin Putra) dengan Daus (Ge Pamugkas). Generally film maupun novel Negeri Van Oranje ini recommend banget buat hiburan, liburan dan pastinya cocok banget buat kamu-kamu yang kepengen nostalgia tinggal di Belanda. Penuh komedi, syutting di Belanda, ceritanya gak ketebak, pemainnya keren-keren, Aigooo tunggu apalagi segera nah ke Bioskop terdekat, termurah dan tersayang buat nonton Negeri Van Oranje ini. Jangan lupa ajak teman atau keluargamu, daripada ketawa sedirian J