Disclaimer: sebelum membaca, pastikan kalian udah baca yang part pertamanya di sini
Kemarin maghrib tepatnya tanggal 17 Januari 2018, aku melihat di beberapa Insta story yang posting tentang kekecewaan dia terhadap video opini dari influencer yang baru aja apload di You tube tentang kasus Ge dan Jo. Jadi katanya, dalam video ini si influencer ini bilang kalo kita terlalu sibuk mengkotak-kotakkan orang. Kita lupa kalau kita seharusnya berdialog, dan lupa apakah sudah nge-treat orang lain dengan baik dan fair atau belum.
Kemarin maghrib tepatnya tanggal 17 Januari 2018, aku melihat di beberapa Insta story yang posting tentang kekecewaan dia terhadap video opini dari influencer yang baru aja apload di You tube tentang kasus Ge dan Jo. Jadi katanya, dalam video ini si influencer ini bilang kalo kita terlalu sibuk mengkotak-kotakkan orang. Kita lupa kalau kita seharusnya berdialog, dan lupa apakah sudah nge-treat orang lain dengan baik dan fair atau belum.
But Seriously? aku gak paham dengan 'kita perlu dialog'. Mungkin 'perlu dialog'
ini sama halnya dengan meninjau kembali aturan Tuhan tentang pelarangan LGBT. Kata
seorang oknum pas di ILC sih, hal ini perlu di bahas dengan kehati-hatian dengan
wawasan keilmuan-_- Terus untuk perihal intropeksi terhadap diri masing-masing,
itu memang selalu harus di lakukan. Namun jika dengan alasan ini menjadikan
kita tidak menyampaikan kebaikan dan mentoleransi kemungkaran, menurutku itu salah.
Justru dengan mengingatkan saudara lainnya, sama halnya dengan memberikan
rambu-rambu kepada diri sendiri. Sehingga mengajak kebaikan akan beriringan dengan
muhasabah diri. Anyway kata bapakku, alasan untuk berintropeksi diri adalah alasan
yang bahkan sudah sedari dulu ada dari jaman ayahku SMP. Alasan ini rupanya
memang sering di jadikan boomerang untuk 'lebih baik tidak dengan jelas menyuarakan
kebaikan' atau dakhwah.
Aku setuju dengan salah satu di komen Youtubenya bahwa justru cara
memperolok agama yang di lakukan Ge dan Jo inilah yang menutup celah dialog
bagi mereka. Di tambah lagi mereka
sama sekali tidak memberikan klarifikasi apapun, cmiw. Tidak seperti Ernerst
yang waktu itu bikin postingan maaf dan mengakui kesalahannya. Bahkan tanggapan
beliau terhadap kasus ini pun ialah "sebagai seniman, harus berani bertanggung
jawab terhadap apa yang sudah kita lakukan."
Islam bukan untuk materi lawakan
And for sure, lawakan atau becandaan itu harus ada attitudenya. Jelas
Rasulullah melarang kita untuk tertawa dan bercanda berlebihan karena bisa
membutakan hati. Apalagi membawa agama menjadi materi komedi, it's not
absolutely a joke. Again, sebagai muslim kita wajib menyikapi sesuatu dalam
kacamata islam, dengan berlandaskan Al-Qur'an. In this chase, we could see
Allah already said in qur'an surah At-Taubah ayat 65. Dan jika kamu tanyakan
kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab "sesungguhnya kami hanya
bersenda-gurau dan bermain-main saja.'' Katakanlah, " Mengapa kepada Allah
dan ayat-ayat-Nya serta rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
Al-Qur'an harus selalu menjadi landasan
Dari opini yang telah di tuangkannya di Youtube ini entah apa
landasannya. Tapi kalau boleh aku tebak sih, influencer ini terlalu mind
blowing. Menyikapi sesuatu memang harus di lihat dari berbagai sisi. Akan tetapi sisi al-qur'an dan hadits
sangat di prioritaskan dari
sisi lainnya. Memang di pertengahan aku sebagai subscribernya ini, menemukan
banyak kejanggalan terlebih dengan idealis liberalisme yang sepertinya sudah
amat melekat pada dirinya.
Ohiya ini nih sekalian di
bahas deh, ketika mengimani sesuatu seperti apa yang sudah Allah katakan dalam
At-Taubah 65-66 ataupun yang trending kemarin, surah Al-Maidah ayat 31. Sebagai
muslim sudah sepatutnya kita tidak hanya mengimaninya dalam hati kita saja. Akan tetapi dengan perkataan dan perbuatan
kita. Itulah arti iman sesungguhnya.
Kita ucapkan melalui lisan maupun tulisan, lalu kita buktikan melalui
perbuatan. Tempo lalu aku gak sengaja
baca di blognya, kalau dia merasa tidak perlu mengotori feeds sosmednya dengan
melulu mengangkat ayat tersebut. Bahkan dia menclaim orang-orang yang sering
membahas atau membawa ayat ini dalam feeds or konten social medinya dengan
'orang-orang yang giat memainkan ayat' yang berniat untuk menjatuhkan orang lain.
Astagfirullah hal adzim. Yang amat
aku sayangkan di sini banyak fans dan orang yang menyetujuinya. Seakan-akan
beranggapan bahwa menjadi islam tidak harus dengan secara gamblang membawa ayat
untuk mengkotak-kotakkan kelompok tertentu. Padahal dalam islam sendiri sudah
jelas di Al-Quran di katakan mengenai ada perbedaan tiga golongan manusia,
beriman, munafik dan kafir. (Al-Baqarah:285)
Lagi-lagi, sebagai umat
muslim sudah semestinya memiliki ghirah (kecemburuan atau ketersinggungan karena
agamanya di durhakai). Muslim di wajibkan untuk jihad-menjaga kehormatan nama
baik islam dan kaum muslimin. Dari alasan inilah orang-orang berangkat untuk berpegang teguh bahwa apa yang di katakan mantan
gubernur Jakarta dan dua komika ini ialah penistaan agama dan perlu untuk ditindaklanjuti.
Overall, the main point is pentingnya menanggapi sesuatu dengan kacamata
islam (for moslem) bukan dengan pandangan pribadi yang tidak jelas apa landasannya.
Selalu apa yang kita lakukan dalam
hidup harus dalam koridor Al-qur'an. Jika belum mengetahuinya, cobalah untuk
tahu dan mengerti. Mengacu pada koridor
Al-Qur'an pun bukan berarti kita tidak fair atau tidak toleran, tapi memang
muamalah dalam islam itu sudah ada batas-batasnya. Kayanya pernah ku bilang juga
di postingan sebelum-sebelumnya, bahwa di akhir tuh adanya hitam dan putih. Ini
sudah mutlak. Haq atau bathil. Tidak ada yang namanya abu-abu untuk sebuah
pilihan dan keyakinan. Pun tidak ada yang namanya Spektrum. So i'm totally agree dengan komentar di bawah ini.
Writing this, doesn't I mean, aku lah yang benar. But, just correct me
if I'm wrong. Yuklah kita berkaca lagi sambil mempertanyakan bagaimana keislaman
kita. For ending, kalau aku boleh mengutip kata-kata yang ada di Film Ayat-Ayat
Cinta. Apa yang kita lakukan, kita ucapkan ini sudah karena Allah?
Setuju. Ini bukan soal mengkotak-kotakkan. Tapi memang Al-Qur'an pedoman hidup setiap muslim. Kalau bukan kepada Al-Qur'an dan hadits, lalu kepada apa kita akan berpedoman?!
BalasHapusNah etaaa. Mantaplah Mardhiyahh
Hapussangat bermanfaat untuk dibaca
BalasHapusElever Media Indonesia