Kamis, 11 Januari 2018

Belajar dari Pejuang Telur

Oleh Shofiyah Najiyah.

Dua hari yang lalu tepatnya tanggal 9 Januari 2018, saya di tugaskan untuk meliput kegiatan Pelatihan Leadership Siswa di tempat saya bekerja. Hari itu buat saya cukup berkesan. Siswa di perintahkan untuk membawa telur mentah. Telur yang di bawa tidak boleh jatuh dan pecah. Maka dari itu telur harus di kalungkan dengan tali dari mulai berangkat sampai pulang sekolah. Telur yang akhirnya pecah tidak boleh di buang. Siswa harus tetap mengkalungkannya dengan plastik.

Pejuang Telur hari itu

Dari peristiwa telur inilah, siswa di ajarkan untuk disiplin dalam menjaga barang. Sama halnya dengan menjaga amanah. Aturan bahwa telur yang pecah harus tetap di bawa kemana pun, mengajarkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang di lakukannya. Tidak lantas telur itu di buang ke tempat sampah. Terlepas dari apapun penyebab pecahnya telur, siswa tetap harus menanggung resiko untuk membawa pecahan telurnya. 

Yap satu paragraf barusan, sudah sebelumnya ku tulis di web sekolah tempat kerjaku. Melihat guru sangat mengapresiasi siswa yang tetap bertahan telurnya, saya jadi tergugah untuk membuat tulisan. Guru secara tidak langsung mengajarkan mengenai kedisiplanan dalam menjaga barang dan amanah. Barangkali semua orang pasti sadar, kosakata disiplin ialah yang sering di pakai dan di ajarkan guru kita waktu SD dan SMP. Berkali-kali kedisiplinan di tekankan. Mulai dari segi disiplin waktu, disiplin terhadap peraturan, disiplin sikap sampai disiplin dalam beribadah.

Namun ketika saya beranjak dewasa, nyatanya kedisiplinan yang sudah sejak dini di galakkan rupanya belum sepenuhnya berhasil. Waktu yang harus di gunakan untuk belajar dan istirahat, seiring waktu malah di habiskan untuk having fun dan hal yang tidak bermanfaat lainnya. Begitu pula dengan bersikap. Budi pekerti yang sudah di tanamkan guru kita dari dini, kini telah luntur oleh dalih 'pergaulan zaman now'.

Perihal amanah, percayalah jika ingin merasakan pentingnya menjaga amanah, cobalah anda kalungkan telur yang di bungkus oleh plastik selama satu hari penuh. Memang pasti tidak mudah. Sebab telur sendiri pun gampang retak. Sama seperti progres dan semangat kita dalam mengemban amanah. Ada kalanya kita merasakan lelah dan ingin berhenti saja. Maka dari itu semangatnya perlu di kuatkan dalam merealisasikan dan mempertahankan tujuan dari amanah yang kita emban. Sama dengan menjaga telur tidak pecah. Telur harus di bungkus plastik berkali-kali agak tidak mudah pecah.

Sebetulnya bukan perkara karena telur dan amanah yang di perjuangkan. Apapun dalam dunia, selama itu baik dan kelak bermanfaat, juga perlu untuk di jaga dengan baik. Kita tidak tahu, kapan kita akan membutuhkannya. Namun saya yakin dalam hidup kita ini semuanya perlu untuk di jaga dan di apresiasi.

Ketika telur siswa ada yang pecah, di sinilah letak tanggung jawab di uji. Dalam tataran yang berbeda tanggung jawab sering kali terasa berat. Kita harus tanggung jawab terhadap suatu resiko dari pilihan hidup yang kita ambil. Berani bertanggung jawab terhadap situasi apapun sama dengan tidak lari dalam menghadapi masalah sebesar apapun. Membuang sampah makanan pada tempatnya pun juga menjadi tanggung jawab atas makanan yang kita makan. Contoh paling klasik ialah menyelesaikan kuliah. Tentu semua paham menuntaskan pendidikan sama dengan tanggung jawab kita terhadap orangtua yang telah menyekolahkan kita sejak kecil. Lantas ketika berbagai masalah datang saat ingin menyelesaikannya, kita tidak harus pindah kampus. Atau berhenti kuliah di tengah jalan.

Untuk kalian yang sedang mengemban amanah, buktikanlah kalian bisa dan bertanggung jawab. Bukan perihal skala yang beda dengan siswa SD yang mempertahankan telur. Akan tetapi contohlah usahanya dalam melatih kedisiplinan dan tanggung jawab. Semangaaattt, amanah tidak akan salah pundah kok :)

2 komentar: