Jumat, 30 Maret 2018


Halo temen-temen. Berhubung hari ini tanggal 30 Maret, Hari Film Nasional. Saya pengen review sebuah serial drama, berjudul seperti poster diatas, The Publicist. Menurut saya drama ini menjadi wajah baru dalam rekam jejak serial drama, maupun perfilman Indonesia. Kalau kalian pernah denger aplikasi VIU. Viu merupakan sebuah layanan video-on-demand (Film/Drama Korea terbaru dll). Tidak dipungut biaya selama 30 hari pertama dan selebihnya dikenai biaya 30ribu per bulan, jika ingin melanjutkan. Jadi Serial ini dipublikasikan di aplikasi Viu, yang kalian bisa download di ponsel, maupun tablet. Temen-temen bisa nonton video-video di Viu secara online maupun offline.

Buat temen-temen yang sering nonton drama korea (drakor), The Publicist bisa menjadi pilihan drama Indonesia rasa Korea. Drama yang sering melibatkan antara konflik percintaan dengan dunia politik, kedokteran, jurnalistik dan lain sebagainya. Kalau kalian pernah nonton Pinocchio, drakor yang bertemakan dunia wartawan. The Publicist ini menurut saya sebelas dua belas sama Pinocchio.  The Publicist melibatkan ilmu kehumasannya. Serial drama ini di sutradarai oleh Monty Tiwa, sutradara yang cukup banyak men-direct film-film layar lebar. Seperti Sabtu Bersama Bapak, Critical Eleven, Mau jadi Apa? dan film yang akan tayang April nanti Reuni Z. Dibintangi oleh aktor pemenang FFI 2013, Adipati Dolken, Prisia Nasution, peraih Piala Citra FFI juga tahun 2011, Baim Wong, Poppy sovia dan Reza Nangin.

Serial drama ini tayang sebanyak 13 episode mulai 22 November 2017, setiap hari rabu dan kamis. Dimulai dengan kisah seorang Reynaldi (Adipati) aktor yang mengalami krisis reputasi karena tersandung skandal narkoba. Kemudian datang seorang image consultant muda, cantik dan professional, Julia Tanjung (Prisia Nasution) yang diminta untuk membantu memperbaiki citra dan reputasi Reynaldi. Agar ia bisa kembali berkarir di dunia hiburan. Kemudian ada Robert Hanafi (Baim Wong) sebagai teman lama Julia, pengusaha muda yang maju ke Pilkada untuk pemilihan walikota. Dari situasi yang seperti ini, kita bisa merasakan drama Indonesia rasa korea.

Jadi, saya akan review berdasarkan dua sisi. Sisi penilaian teknis film itu sendiri dan sisi konten cerita dalam kacamata dunia kehumasan. Disclaimer ini kacamata saya pribadi. Tidak maksud untuk menjatuhkan atau melebih-lebihkan. Berhubung saya bukan orang film, saya akan menilai apa adanya sebagai orang awam. Kurang lebihnya mohon ditambahkan yaa temen-temen.

1. Poster

Poster-poster The Publicist ini menampilkan wajah Prisia, Adipati dan Baim wong saja. Background posternya, tempat kerja Prisia atau hitam dengan nuansa lampu-lampu. Kalau dari segi poster, buat saya pribadi tidak langsung tertarik untuk menontonnya. Mungkin karena saya tipikalnya butuh waktu lama untuk akhirnya memutuskan untuk menonton atau membaca suatu karya. Jujur first impression waktu sering lihat iklan tentang serial ini, my reaction is flat. I don't know, just i don't have any reason to watching this drama. Menurut saya, poster yang ditampilkan tidak mencirikan  nuansa filmnya seperti apa. But perhaps this is they said 'dont judge by cover.' Rupanya dalemnya wow menarikkkk.

2. Trailer

Trailer The Publicity berdurasi satu menit. Gaya trailernya menurut saya sudah terbilang mirip dengan trailer drama korea lainnya. Sangat mirip dengan ala-ala drakor karena pengambilan lokasi syuting ini ada yang di Jepang. Trailer juga ada subtitle bahasa inggrisnya. Saya kurang paham sih pengaruh keberadaan subtitle inggris di trailer ini. Kalo dramanya memang menggunakan subtitle, tapi berbahasa indonesia. Secara keseluruhan, trailernya menurut saya menggambarkan 60% alur cerita. Julia Tanjung dicintai oleh dua orang yang sangat berbeda, Reynaldi, mantan pecandu narkoba dan Robert, sang pengusaha muda.

 

3. Original Soundtrack.

Saya pernah baca di suatu platform kalo lagu tema atau soundtrack yang baik yang bisa membingkai cerita atau menggambarkan tokoh utama dalam film. Soundtrack film ini yang akan menjadi brand image suatu film. Sehingga apabila orang mengingat lagu tersebut, akan mengingat pula filmnya. Soundtrack The Publicist ini. Monty Tiwa sendiri yang menciptakan liriknya. Diaransemen oleh Andi Rianto dan dinyanyikan oleh Marcell Siahaan berjudul Changing Lanes. Bila ada permintaan rate, soundtrack ini saya beri nilai 8/10. Alasannya, pertema tentu originalitas lagunya. Kedua, cukup mewakili alur ceritanya. Seorang junkie yang ingin kembali, merubah citra diri menjadi positif. Seperti halnya judulnya Changing Lane merubah jalur.



4. Pemeran atau penokohan

Buat saya karakter yang dimainkan disini sudah pas dan sesuai porsinya. Tidak ada yang kurang dan dilebih-lebihkan. Prisia mampu memerankan karakter pekerja tangguh dan image consultant yang professional. Pun Adipati Dolken sudah tidak bisa diragukan lagi aktingnya mendekati sempurna dalam memerankan karakter Rey. Tapi sepertinya saya cenderung menyukai karakter Robert yang di perankan Baim Wong- yang menurut saya sangat istimewa. Jadi Robert ini kan workaholic banget, tapi Robert juga bisa sweet dan lembut sama Julia. Yang bikin saya sakit hati, Robert business oriented banget. Kaku gitu. Kurang bisa membawa suasana menjadi menyenangkan. Tapi kalau Rey terlalu anak kecil sifatnya, kalo gak suka sama sesuatu langsung pergi gitu aja~ So, yeah karakter mereka kuat banget. Saya pernah denger penokohan dikatakan sukses, kalau berhasil membuat penonton cinta atau kesel banget sama peran yang dimainkan. Berarti menunjukan keberhasilan dalam berakting.

5. Konten Cerita

Jadi tema serial drama ini menurut saya merupakan gabungan dunia aktor dengan dunia kehumasan. Pada episode pertama kita disuguhi dengan lokasi syuting Rey, lalu ada casting film, syuting iklan, dan audisi teater. Meski menurut saya, sedikit lebih banyak unsur kehumasannya seperti keterlibatan pers pada saat wawancara, konferensi pers, media sosial dan citra dalam penampilan juga sikap. Opening dan alurnya drakor banget, maju mundur gitu. Klimaks atau konfliknya gak picisan kaya sinetron. Cukup gak bisa ditebak. Dengan adanya konflik masa lalu disini buat saya menjadi nilai plus kesamaan dengan drama korea.

6. Sinematografi

Cukup suka pengambilan gambarnya. Pergantian shoot per shootnya bagus. Apalagi pas scene Rey mabuk di jalanan, udah kelas drakor banget. Colour gradingya juga hidup. Yeah, you know sekelas Monty Tiwa udah gabisa diragukan lagi filmnya.

7. Scene dan dialog terbaik

Saya suka setiap scene Julia yang bareng sama Robert. Menggambarkan hubungan dua orang dewasa yang sangat profesional. Dialog terbaiknya "You're a great actor rey, you have to know that. Gak ada jumlah narkoba yang bisa hapus itu." In my perspective, it's like mau seburuk apapun masa lalu kelam kamu, yang namanya udah bakat, itu gak akan bisa tenggelam :')


Di hari film nasional ini, saya berharap yang terbaik untuk perfilman Indonesia. Semoga semakin banyak produksi film-film yang memiliki nilai-nilai positif dan edukasinya. Jadi tidak hanya sekedar menghibur saja. Apapun genre atau temanya, film bisa mewakili karakter bangsa Indonesia. Suatu film lahir bukan untuk tandingan film-film yang sudah ada. Melainkan menjadi perkembangan pencapaian film yang harus lebih baik lagi. Dan sebagai kacamata seorang muslim, saya berharap akan lebih banyak lagi produksi film yang punya nilai islami, meneruskan dakhwah rasulullah.

Last, jaya dan dukung terus perfiman Indonesia(: