Minggu, 31 Maret 2019

Reza Rahadian memaknai Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret sebagai momen yang tepat dalam merayakan keberagaman film Indonesia. Reza Rahadian menjelaskan pangsa pasar film indonesia yang meningkat menandakan momentum kebangkitan film nasional. Peningkatan tersebut menunjukkan kenaikan minat masyarakat Indonesia terhadap film lokal yang tentunya tak lepas dari film yang berkualitas. Para pekerja film seperti para pemeran, sutradara, penulis skenario, para kru, editor, dan produser, menurutnya perlu mendapat apresiasi tinggi, sebab telah bekerja keras untuk menjaga dan meningkatkan kualitas film Indonesia. 
            Indonesia menempati posisi ke-8 di dunia sebagai negara dengan pangsa pasar film nasional yang cukup baik. Film Indonesia terbukti mampu meraih penghargaan tingkat internasional dan mengalami peningkatan pangsa pasar film lokal. Banyaknya film Indonesia yang telah diproduksi menjadi sebuah citra dari keberagaman Indonesia, mulai dari lokasi syuting, adegan, ide cerita hingga bahasa dalam dialog pengadeganannya. Banyak sineas film Indonesia yang mengambil setting penggambaran keelokan tanah air, luasnya nusantara, tradisi lokal dan makanan khas Indonesia.
Contohnya dari film Laskar Pelangi yang memperlihatkan dengan keindahan Pulau Belitung, pantai, hutan serta pasar-pasar tradisional mendadak ramai pengunjung setelah filmnya sukses mencuri perhatian masyarakat. Bahkan dibuka trip travel dengan nama wisata Laskar Pelangi untuk para wisatawan. Film yang tembus box office Indonesia peringkat ke-4 dengan 4,7 juta penonton ini mendapatkan penghargaan Asian Film Awards, Hong Kong dalam kategori Best Film dan Best Editor. Film tersebut merupakan karya kolaborasi produser Mira Lesmana dan sutradara Riri Riza.
Diproduksi oleh sineas yang sama, tahun 2016 film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) 2 yang merupakan sekuel dari AADC tahun 2008, menampilkan wisata-wisata menarik yang ada di Yogyakarta. Film yang menduduki peringkat ke-6 film box office Indonesia dengan total 3.6 juta penonton ini melakukan banyak adegan di tempat wisata seperti Punthuk Setumbu, Istana Ratu Boko, Pantai Parangtritis, juga wisata sejarah Makam Panembahan Senopati. Tahun 2012 melalui film 5 CM, berhasil menggaet anak muda yang tertarik naik gunung dan melihat langsung panorama Gunung Semeru yang menakjubkan. Dalam film tersebut menggambarkan keindahan Oro-oro Ombo, Ranu Kumbolo dan Ranu Pane. 5 CM mendapatkan banyak penghargaan nasional, salah satunya dari Festival Film Bandung (FFB) 2013 kategori Film Terpuji.
Nominasi Film Panjang Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2018 diramaikan berbagai film yang merepresentasikan budaya di wilayah Indonesia. Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak yang rilis tahun 2017 menyuguhkan eksotisme padang Sabana di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur. Film tersebut sukses mendapatkan banyak penghargaan nasional maupun internasional, dua diantaranya ialah sebagai Film Terbaik Asian Nest Wave dari The QCinema Film Festival, Filipina dan pemenang Fim Terbaik di FFI 2018. Tayang tahun 2018, Film Aruna dan Lidahnya menyoroti kehidupan masyarakat Pontianak dan singkawang di Kalimantan Barat. Film yang mendapat penghargaan Sinematografi Terbaik di Festival Film Asia Jogja-NETPAC berhasil menggiurkan lidah penonton dengan memamerkan 21 makanan lokal khas Indonesia. Lima diantaranya yaitu rawon iga, kacang kowa, campor lorjuk, pengkang dan choi pan.
Nominasi FFI 2018 lainnya jatuh pada Film Sekala Niskala yang pernah menyabet kemenangan dalam nominasi Grand Prize di Tokyo FILMeX International Film Festival 2017, dilatarbelakangi dari tradisi kepercayaan masyarakat Bali dan menggunakan bahasa penduduk pulau Dewata. Kemudian dari pemenang Film Terbaik pada FFI 2016, film Athirah mengisahkan drama keluarga Indonesia yang mengangkat budaya Bugis Makassar yang memikat.  
Keterlibatan ciri khas Indonesia dan keindahan alamnya yang dihadirkan pada film-film tersebut menjadi sebuah citra keberagaman Indonesia. Sebuah film tidak sekedar berbicara mengenai bagaimana estetika filmnya, atau bercerita melalui genre komedi, drama, horor ataupun action. Sebuah film dengan apapun genrenya, dapat mewakili karakter suatu bangsa. Film dengan kekuatan sinematografi dapat memperkenalkan keberagaman yang dimiliki Indonesia melalui tempat wisata, kekayaan kuliner, dan bahasa-bahasa daerah. Film Indonesia dapat mempromosikan dan mengangkat pariwisata sebuah daerah. Secara tidak langsung penonton film dapat menikmati jelajah keindahan nusantara. Karenanya, esensi film lebih dari sekedar menghibur dan mengedukasi. Mari mengapresiasi film-film lokal dengan menonton langsung di bioskop-bioskop kesayanganmu.
 Selamat Hari Film Nasional, 30 Maret 2019. Jaya Perfilman Indonesia!