Kamis, 18 Januari 2018

Islam Bukan Lawakan Part. 2

Disclaimer: sebelum membaca, pastikan kalian udah baca yang part pertamanya di sini

Kemarin maghrib tepatnya tanggal 17 Januari 2018, aku melihat di beberapa Insta story yang posting tentang kekecewaan dia terhadap video opini dari influencer yang baru aja apload di You tube tentang kasus Ge dan Jo. Jadi katanya, dalam video ini si influencer ini bilang kalo kita terlalu sibuk mengkotak-kotakkan orang. Kita lupa kalau kita seharusnya berdialog, dan lupa apakah sudah nge-treat orang lain dengan baik dan fair atau belum.

But Seriously? aku gak paham dengan 'kita perlu dialog'. Mungkin 'perlu dialog' ini sama halnya dengan meninjau kembali aturan Tuhan tentang pelarangan LGBT. Kata seorang oknum pas di ILC sih, hal ini perlu di bahas dengan kehati-hatian dengan wawasan keilmuan-_- Terus untuk perihal intropeksi terhadap diri masing-masing, itu memang selalu harus di lakukan. Namun jika dengan alasan ini menjadikan kita tidak menyampaikan kebaikan dan mentoleransi kemungkaran, menurutku itu salah. Justru dengan mengingatkan saudara lainnya, sama halnya dengan memberikan rambu-rambu kepada diri sendiri. Sehingga mengajak kebaikan akan beriringan dengan muhasabah diri. Anyway kata bapakku, alasan untuk berintropeksi diri adalah alasan yang bahkan sudah sedari dulu ada dari jaman ayahku SMP. Alasan ini rupanya memang sering di jadikan boomerang untuk 'lebih baik tidak dengan jelas menyuarakan kebaikan' atau dakhwah.
Aku setuju dengan salah satu di komen Youtubenya bahwa justru cara memperolok agama yang di lakukan Ge dan Jo inilah yang menutup celah dialog bagi mereka. Di tambah lagi mereka sama sekali tidak memberikan klarifikasi apapun, cmiw. Tidak seperti Ernerst yang waktu itu bikin postingan maaf dan mengakui kesalahannya. Bahkan tanggapan beliau terhadap kasus ini pun ialah "sebagai seniman, harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang sudah kita lakukan."

Islam bukan untuk materi lawakan



And for sure, lawakan atau becandaan itu harus ada attitudenya. Jelas Rasulullah melarang kita untuk tertawa dan bercanda berlebihan karena bisa membutakan hati. Apalagi membawa agama menjadi materi komedi, it's not absolutely a joke. Again, sebagai muslim kita wajib menyikapi sesuatu dalam kacamata islam, dengan berlandaskan Al-Qur'an. In this chase, we could see Allah already said in qur'an surah At-Taubah ayat 65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab "sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.'' Katakanlah, " Mengapa kepada Allah dan ayat-ayat-Nya serta rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"

Al-Qur'an harus selalu menjadi landasan
Dari opini yang telah di tuangkannya di Youtube ini entah apa landasannya. Tapi kalau boleh aku tebak sih, influencer ini terlalu mind blowing. Menyikapi sesuatu memang harus di lihat dari berbagai sisi. Akan tetapi sisi al-qur'an dan hadits sangat di prioritaskan dari sisi lainnya. Memang di pertengahan aku sebagai subscribernya ini, menemukan banyak kejanggalan terlebih dengan idealis liberalisme yang sepertinya sudah amat melekat pada dirinya. 

Ohiya ini nih sekalian di bahas deh, ketika mengimani sesuatu seperti apa yang sudah Allah katakan dalam At-Taubah 65-66 ataupun yang trending kemarin, surah Al-Maidah ayat 31. Sebagai muslim sudah sepatutnya kita tidak hanya mengimaninya dalam hati kita saja. Akan tetapi dengan perkataan dan perbuatan kita. Itulah arti iman sesungguhnya.  Kita ucapkan melalui lisan maupun tulisan, lalu kita buktikan melalui perbuatan.  Tempo lalu aku gak sengaja baca di blognya, kalau dia merasa tidak perlu mengotori feeds sosmednya dengan melulu mengangkat ayat tersebut. Bahkan dia menclaim orang-orang yang sering membahas atau membawa ayat ini dalam feeds or konten social medinya dengan 'orang-orang yang giat memainkan ayat' yang berniat untuk menjatuhkan orang lain. Astagfirullah hal adzim. Yang amat aku sayangkan di sini banyak fans dan orang yang menyetujuinya. Seakan-akan beranggapan bahwa menjadi islam tidak harus dengan secara gamblang membawa ayat untuk mengkotak-kotakkan kelompok tertentu. Padahal dalam islam sendiri sudah jelas di Al-Quran di katakan mengenai ada perbedaan tiga golongan manusia, beriman, munafik dan kafir. (Al-Baqarah:285)

Lagi-lagi, sebagai umat muslim sudah semestinya memiliki ghirah (kecemburuan atau ketersinggungan karena agamanya di durhakai). Muslim di wajibkan untuk jihad-menjaga kehormatan nama baik islam dan kaum muslimin. Dari alasan inilah orang-orang berangkat untuk berpegang teguh bahwa apa yang di katakan mantan gubernur Jakarta dan dua komika ini ialah penistaan agama dan perlu untuk ditindaklanjuti.



Overall, the main point is pentingnya menanggapi sesuatu dengan kacamata islam (for moslem) bukan dengan pandangan pribadi yang tidak jelas apa landasannya. Selalu apa yang kita lakukan dalam hidup harus dalam koridor Al-qur'an. Jika belum mengetahuinya, cobalah untuk tahu dan mengerti.  Mengacu pada koridor Al-Qur'an pun bukan berarti kita tidak fair atau tidak toleran, tapi memang muamalah dalam islam itu sudah ada batas-batasnya. Kayanya pernah ku bilang juga di postingan sebelum-sebelumnya, bahwa di akhir tuh adanya hitam dan putih. Ini sudah mutlak. Haq atau bathil. Tidak ada yang namanya abu-abu untuk sebuah pilihan dan keyakinan. Pun tidak ada yang namanya Spektrum. So i'm totally agree dengan komentar di bawah ini.

Writing this, doesn't I mean, aku lah yang benar. But, just correct me if I'm wrong. Yuklah kita berkaca lagi sambil mempertanyakan bagaimana keislaman kita. For ending, kalau aku boleh mengutip kata-kata yang ada di Film Ayat-Ayat Cinta. Apa yang kita lakukan, kita ucapkan ini sudah karena Allah?





3 komentar:

  1. Setuju. Ini bukan soal mengkotak-kotakkan. Tapi memang Al-Qur'an pedoman hidup setiap muslim. Kalau bukan kepada Al-Qur'an dan hadits, lalu kepada apa kita akan berpedoman?!

    BalasHapus